Tuhan Menantang Ayub

“Apakah engkau hendak meniadakan pengadilan-Ku, mempersalahkan Aku supaya engkau dapat membenarkan dirimu?” (Ayub 40:8)



Bacaan hari ini: Ayub 40:1-9 | Bacaan tahunan: Ayub 39-40

Setiap kali naik ke pesawat terbang, saya selalu melirik ke arah kokpit dan berharap bisa melihat sekilas ke dalam. Kokpit pesawat selalu mengagumkan bagi saya. Puluhan tombol, layar, tuas, dan berbagai peralatan elektronik selalu membuat saya terpikat oleh kerumitannya. Saya merasa seolah menjadi penguasa semesta kecil jika saya bisa menguasai kerumitan peralatan itu. Tapi apa daya, saya hanya memahami garis besar logikanya, tapi jauh panggang dari api untuk memahami seutuhnya. Hanya sang pilot dan ko-pilotlah yang menguasai sepenuhnya.

Demikian halnya dengan apa yang diungkapkan TUHAN Allah kepada Ayub dalam bacaan hari ini. Ayub, dalam penderitaannya, merasa bahwa dia tidak layak menerima semua kemalangan ini. Ia memang tidak secara langsung mencela keadilan Allah. Tetapi dengan membenarkan kesalehan hidupnya, secara tidak langsung, ia menuduh TUHAN Allah sudah berlaku tidak adil kepadanya.

TUHAN Allah bertanya kepada Ayub, apakah dia mampu melakukan karya yang telah TUHAN Allah lakukan? Apakah Ayub mampu menang atas kefasikan dengan kekuatannya sendiri? Pertanyaan-pertanyaan retorik ini menunjukkan pada Ayub, dan kita semua bahwa ada limit bagi kemampuan kita sebagai ciptaan Tuhan. Karena Ayub tidak dapat melakukan apa dilakukan TUHAN Allah, TUHAN Allah tidak harus menurut kepada tuntutan Ayub. Ayublah yang harus tunduk kepada TUHAN Allah, bukan sebaliknya. Sebagai makhluk yang hidup dalam dunia ciptaan Allah, kita harus dengan rendah hati menerima rancangan Allah yang berdaulat untuk dunia-Nya.

Sama seperti saya ketika naik di pesawat itu, saya memercayakan sepenuhnya hidup saya kepada-Nya. TUHAN Allah telah memilih dan memakai pilot dan ko-pilot, dengan segala kemampuan dan pengetahuannya tentang rumitnya instrumentasi burung besi raksasa yang saya tumpangi. Saya percaya bahwa dalam kesempurnaan rencana pemeliharaan TUHAN Allah, apapun yang akan terjadi dengan saya adalah seturut dengan kehendak-Nya atas hidup saya.

STUDI PRIBADI: Apapun yang terjadi dalam hidup kita, maukah kita belajar melihat dan berserah kepada luasnya rencana TUHAN Allah yang melampaui akal budi kita?

Pokok Doa: Berdoalah agar TUHAN Allah menolong dan memampukan kita untuk berserah penuh kepada kedaulatan-Nya atas hidup kita. 

Sharing Is Caring :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *